8 December 2011

Hilang (Part 1)


Jalanan itu curam, koreksi, sangat curam. Kemiringannya hampir 45 derajat dengan panjang tak kurang dari 10 meter.  Mulus beraspal dengan sisi-sisi dipenuhi akar-akar menjulur.
 "Ini tebing, bukan jalan." desisku. Tapi itu jelas sebuah jalan. Aspal itu tandanya. Juga marka putih yang membelah jalan menjadi dua bagian. Aku memijit dahiku. "Mungkin mereka tak pernah lewat sini."
“Mereka tak mungkin menerobos semak dan pepohonan itu dengan motor kan? Pun, tak ada jalan menikung kemanapun sejak tadi,” Jawab Remi, tak beranjak dari skuter.
“Mereka juga tak mungkin melewati jalan securam itu,” seruku.
Remi hanya mengangkat bahu.
Aku mendesis, merutuki skuter yang bisa-bisanya mogok hingga kami tertinggal. “Jadi, bagaimana kita lewat dengan skuter itu?”
Remi mengangkat bahunya lagi. “Belum ada ide.”  
“Handphone?”
“Tak ada sinyal.”
“Sial!” Aku melangkah mendekati juluran-juluran akar di tepian jalan, tertarik mencoba naik ke atas dengannya. Ada bekas-bekas lumut di sana. Hijau dan sudah mengering. Aku mengelus akar dengan telapak tanganku. Ada perasaan aneh saat kulit tanganku menyentuh akar coklat bercampur hijau itu yang membuatku melepasnya dengan cepat. Ingin tahu dan takut. 
Perasaan itu membuatku merinding. "Oh, please. Ini hanya akar!" desisku. Aku menyentuhnya lagi dan merasakan kembali sensasi tak nyaman yang membekukan tubuh. Takut yang membekukan. Aku melepasnya lagi. Tapi rasa ingin tahu memaksaku untuk kembali merasakannya. Kali ini aku berfikir lebih cepat untuk menariknya. Ada teriakan keras Remi di belakangku dan aku terdorong ke belakang dengan keras, jatuh berdebam di atas tanah.

2 comments:

  1. wew..wanna kno the next story ehheehhe..

    ReplyDelete
  2. Tunggu jak ye, Momon. :D
    Btw, ngapelah tak bise komen di blogmu?

    ReplyDelete