27 October 2010

Selamat Jalan Mbah Maridjan

Kemarin dan hari ini Indonesia kembali heboh. Semua mata tertuju pada Yogyakarta. Semua telinga terpasang rapi menangkap kata-kata dalam berita. Bencana datang untuk kesekian kalinya. Setelah banjir di Wasior, Papua, Gempa dan Tsunami di Mentawai, Sumbar, sekarang giliran Gunung Merapi beraksi. Miris. Tiga bencana ini terjadi dalam satu bulan. Diberitakan dari Yogya, ribuan orang mengungsi, puluhan orang luka-luka dan terkena infeksi saluran pernafasan, 28 orang meninggal dunia. Salah satu korban adalah mbah Maridjan.

Mungkin udah terlalu tulisan tentang mbah Maridjan hari ini. Tak apalah kutulis juga. Ini adalah ungkapan rasa sayangku pada sang juru kunci Gunung Merapi. Aku sayang mbah Maridjan? Iya. Memangnya kenal? Tidak. Hanya tahu saja. Kenapa bisa sayang? Ada beberapa hal yang buat rasa sayangku pada beliau timbul hari ini.

Raden Ngabehi Suraksohargo atau Mbah Maridjan dikenal luas sejak tahun 2006 lalu, ketika Merapi dikabarkan akan meletus. Beliau kekeuh tak mau dievakuasi pada waktu itu walaupun telah dibujuk langsung oleh Sultan HB X. Beliau ogah mengungsi karena cinta pada tempat itu. Beliau tak mau meninggalkan Merapi karena ingin memegang janji yang telah dibuat, dulu, ketika Sultan HB IX mengangkatnya menjadi juru kunci Gunung Merapi. Kecintaan, kesetiaan dan teguh pada janji, itu yang membuatku luluh.

Nama mbah Maridjan makin terkenal ketika beliau menjadi bintang iklan sebuah produk. Tenar dan banyak duit. Saking tenarnya, pemerintah Jerman mengundang beliau ke Jerman untuk menyaksikan pembukaan piala dunia 2006. Lalu, apakah beliau berubah? Tidak. Beliau tetap orang Kinahrejo yang sederhana. Rejeki yang didapat ia sumbangkan untuk pembangunan masjid dan gereja, disumbangkan untuk  orang-orang miskin disekitarnya. Undangan ke Jerman pun beliau tolak. "Kalau saya ke Jerman, siapa yang mencari rumput sapi saya." Kalimat itu membuat rasa sayangku mengalir bagai jeram. Kesederhanaan, kebersahajaan, kepolosan orang desa, itu yang membuat rasaku makin kuat.

Aku memang tidak pernah bertemu beliau. Aku hanya membaca artikel-artikel tentangnya diinternet. Tapi rasa ini tetap ada. Rasa sayang seperti pada mbah kakungku sendiri. Selamat jalan mbah. Semoga pintu sorga menunggumu. Semoga sahabat-sahabat "amal baik" menyambutmu. I do love you, mbah Maridjan.

1 comment: